THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Mendidik Tenaga Kesehatan Berpondasi Islam

Jumat, 22 Oktober 2010

Sinergi Antara Kuliah dan Dakwah

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab [33]: 21)

Ikhwah fillah,
Nabi Muhammad SAW, selain sebagai kepala keluarga yang baik, beliau juga seorang kepala pemerintahan yang adil dalam memimpin rakyatnya. Beliau juga terkenal sebagai panglima perang yang andal sehingga disegani oleh musuh-musuhnya. Dan juga seorang yang cerdas sehingga mampu menganalisis suatu masalah sampai jauh ke akar permasalahan. Hal ini bisa kita lihat bagaimana sikap beliau ketika ada seorang Arab badui yang buang air kecil di dalam mesjid. Di samping sikap beliau yang tegas, beliau juga seorang yang lemah lembut terhadap orang-orang kecil dan menyayangi anak-anak yatim. Pendek kata, apa pun peran yang dimainkan oleh Rasulullah selalu berhasil dilakoninya. Pribadi Rasulullah merupakan pribadi yang sempurna, yang harus menjadi contoh dan panutan bagi seluruh manusia yang menginginkan keberhasilan dalam menempuh kehidupan di dunia ini. Terutama bagi kader dakwah di mana pun mereka berada. Di lingkungan sekolah, di kampus, di lingkungan masyarakat, dan seterusnya.

Urgensi Kuliah dan Dakwah
Dalam dunia kampus, mahasiswa selain melakukan kegiatan rutinnya yakni kuliah juga memiliki kegiatan-kegiatan lain seperti mahasiswa pecinta alam (mayapala), kesenian, olahraga, klub2 study, himpunan mahasiswa jurusan (HMJ) bahkan ada kegiatan yang dapat meningkatkan serta menumbuh suburkan ruhani para mahasiswanya. Yang terakhir ini biasanya dilakukan oleh lembaga-lembaga dakwah kampus yang berada di perguruan tinggi yang bersangkutan . Ibarat dua sisi mata uang, pada dasarnya kuliah dan dakwah sama-sama diperlukan. Kuliah tanpa dakwah akan membuat kita terjebak dalam rutinitas harian yang sangat membosankan, selain itu dakwah juga sebenarnya merupakan tugas utama seorang Muslim sebagaimana firman Allah dalam surat Ali-‘Imran ayat 104, ”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”

Sebaliknya, kuliah dalam rangka menuntut ilmu juga merupakan perintah Allah Swt. Seperti terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Mujaadilah ayat 11, “…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Bahkan jika kuliah bisa dijalankan dengan baik sehingga nilai akademik yang diperoleh juga bagus, maka hal ini juga bisa mendukung dakwah itu sendiri karena biasanya orang-orang di sekitar kita akan menjadikan kita sebagai tempat bertanya. Ini merupakan langkah awal untuk mendakwahi mereka.

Apakah kuliah dan dakwah bisa berjalan beriringan? Ada asumsi di kalangan mahasiswa bahwasanya siapa yang aktif dalam organisasi di kampus, maka nilai akademiknya akan keteteran. Atau anggapan bahwa mereka yang aktif dalam organisasi adalah orang-orang pelarian yang tidak berhasil dalam kuliahnya. Ini jelas pernyataan yang keliru. Apakah kita tidak pernah mendengar istilah ‘dakwah sekolah’ atau ‘dakwah kampus’? Orang-orang yang aktif di dalamnya disebut sebagai aktivis dakwah sekolah atau yang kedua disebut aktivis dakwah kampus. Mereka adalah orang-orang yang selain kuliah, mereka juga berdakwah. Mereka berdakwah menggunakan sarana yang ada seperti lembaga-lembaga dakwah yang ada di kampus. Apakah aktivitas dakwah yang mereka lakukan bisa mempengaruhi prestasi akademik mereka? Jawabnya iya. Aktivitas dakwah yang mereka lakukan akan mengakibatkan prestasi akademik mereka bertambah baik. Mereka bertambah cerdas, mereka menjadi orang yang lebih peka terhadap perubahan di lingkungan sekitar mereka. Karena aktifitas yang banyak, mereka dituntut untuk bisa me-manage waktu dengan baik, sehingga mereka menjadi orang-orang yang selalu bisa memanfaatkan waktu yang ada. Dengan pembagian waktu yang baik tersebut, mereka lebih fokus terhadap pelajaran yang diberikan di dalam kelas. Hal ini jelas merupakan pengaruh yang positif terhadap peningkatan prestasi akademik mereka.
Rasulullah Saw bersabda, “Seorang mukmin itu adalah cermin bagi saudaranya yang beriman.”

Terkadang banyak waktu luang yang seharusnya bisa kita isi dengan hal-hal yang dapat menunjang perkuliahan seperti berdiskusi, berkunjung ke perpustakaan, membaca, terbiar begitu saja. Bukankah Allah Swt telah mengingatkan kita dengan firman-Nya, “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. (Alam Nasyrah (94): 7)

Ikhwah fillah,
Ada beberapa langkah agar kegiatan kuliah dan dakwah bisa berjalan seiringan.
Pertama, memiliki manajemen waktu. Ketika kita mau menyinergikan antara kuliah dan dakwah, mau tidak mau kita harus memiliki manajemen waktu yang baik. Dalam tiap pekan bahkan kalau memungkinkan dalam harian kita, harus sudah tergambar kapan waktu-waktu kuliah dan kapan waktu-waktu untuk berdakwah. Dengan pengaturan waktu tersebut diharapkan tidak ada lagi kegiatan kuliah atau dakwah yang saling berbenturan. Juga bertujuan untuk mengetahui apakah ada waktu luang yang dapat diisi dengan kegiatan-kegiatan yang bisa menunjang perkuliahan seperti mengikuti seminar dan diskusi, atau kegiatan-kegiatan positif yang lain yang bisa mengembangkan potensi diri seperti olah raga misalnya, sehingga tidak ada lagi waktu kosong yang terbiar begitu saja.

Kedua, memiliki skala prioritas terhadap kegiatan. Ini berguna ketika ada dua kegiatan yang harus dikerjakan dalam waktu yang sama. Biasanya ini terjadi karena ada kegiatan yang belum terjadwal dengan baik. Jika jadwal kita sudah tersusun, maka kita bisa melihat apakah kegiatan itu penting atau tidak, jika tidak maka bisa kita abaikan. Jika kegiatan tersebut penting dan harus segera dilaksanakan maka tidak ada jalan lain kecuali mengambil salah satunya. Di sinilah kedalaman kita melihat mana yang lebih prioritas dari dua kegiatan yang sama-sama penting. Bisa jadi salah satunya kita delegasikan ke teman lain untuk melaksanakannya.

Ketiga, optimalisasi peran baik dalam kegiatan dakwah maupun kuliah. Ini penting agar setiap kegiatan yang kita ikuti tidak sia-sia. Artinya saat kuliah kita betul-betul kuliah dan saat berdakwah kita betul-betul berdakwah. Peran kita sebagai mahasiswa saat kuliah harus bisa dijalankan dengan baik. Begitu juga peran kita sebagai da’i ketika berdakwah harus bisa dijalankan dengan baik pula. Tidak mungkin kita bisa mencapai hasil yang maksimal dalam perkuliahan jika pikiran dan perhatian kita tidak fokus saat mata kuliah diberikan. Begitu pula ketika berdakwah, hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan dakwah harus dijauhkan dari pikiran kita. Seperti yang diungkapkan dalam sebuah hadits, “Allah menyukai hamba-Nya yang memilih sebuah pekerjaan dan menekuninya.”

Ikhwah fillah,
Sebagai kader dakwah, kita dituntut untuk selalu bisa memanfaatkan waktu sebaik mungkin (haritsun ‘ala waqthi) karena dengan begitu kita akan menjadi orang yang disiplin. Akhirnya kita bisa mencapai kesuksesan dalam setiap peran yang kita mainkan, apakah itu sebagai mahasiswa dalam perkuliahan maupun sebagai da’i dalam berdakwah. Seperti kata orang bijak, “Tidak ada kesuksesan yang bisa diraih tanpa kedisiplinan.” Wallahu’alam bishawab.

(inspirasi tulisan dari : Dedi, FSI NurJannah Padang dengan penyesuaian).
By : Onesia.

Ditulis dalam Cerita Motivasi, Tarbiyah

Minggu, 17 Oktober 2010

Ikhlas dan Niat

Ikhlas dan Niat
Allah berfirman :
( Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan ) Huud : 15-16
Dari Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, dia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya segala pekerjaan itu ( diterima atau tidaknya di sisi Allah )hanyalah tergantung niatnya, dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang diniatkannya, maka barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau seorang wanita yang akan dia menikah dengannya, maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan. HR. Muttafaq 'alaih.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya orang yang pertama kali diputuskan perkaranya di hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid di jalan Allah, maka dia didatangkan, dan diperlihatkan kepadanya segala nikmat yang telah diberikan kepadanya di dunia, lalu ia mengenalinya, maka Allah berkata kepadanya : apa yang telah kamu lakukan dengan nikmat ini ? maka orang itu menjawab : aku berperang di jalan-Mu sampai mati syahid, maka Allah berkata : kamu berdusta, akan tetapi kamu berperang agar dikatakan bahwa kamu adalah seorang pemberani, dan yang sedemikian itu telah diucapkan ( kamu telak dipuji-puji dst sebagai imbalan apa yang telah kamu niatkan.pent. ) maka diperintahkan supaya dia diseret di atas mukanya sampai dilemparkan di api neraka, dan seseorang yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya, dan menghapal al-Qur'an, lalu dia didatangkan dan diperkenalkan kepadanya segala nikmat yang telah dikaruniakan kepadanya di dunia, maka diapun mengenalinya, maka dikatakan kepadanya : apa yang telah kamu lakukan dengan nikmat ini ? maka dia menjawab : aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya kepada orang lain, dan membaca al-Qur'an untuk-Mu. Maka Allah berkata : kamu berdusta, akan tetapi kamu belajar dengan tujuan agar engkau dibilang seorang alim, dan engkau membaca/menghapal al-Qur'an supaya dibilang engkau seorang penghapal/pembaca al-Qur'an yang baik, dan semua itu sudah dikatakan ( kamu telah mendapat pujian yang kamu harapkan sebagai imbalan niatmu ) lalu diperintahkan agar dia diseret di atas mukanya sehingga dia dilemparkan ke api neraka, dan seseorang yang Allah berikan kepadanya keluasan rizki dan diberikan kepadanya segala macam harta, lalu dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya segala nikmat yang telah diberikan kepadanya dan dia mengenalinya, maka Allah berkata kepadanya : apa yang kamu kerjakan dengan nikmat ini ? maka dia menjawab : tidak ada suatu jalan yang Engkau suka harta yang telah Engkau berikan agar dibelanjakan padanya kecuali aku telah membelanjakan harta itu di jalan tersebut karena
Engkau, maka Allah berkata : Kamu berdusta, akan tetapi kamu melakukan itu agar dibilang bahwa kamu adalah seorang dermawan dan yang sedemikian itu telah dikatakan ( kamu telah mendapat pujian tersebut di dunia sebagai imbalan dari niatmu itu ), lalu diperintahkan agar dia diseret di atas mukanya sehingga dia dilemparkan ke api neraka. HR.Muslim

Keterangan singkat :
Niat adalah dasar segala perbuatan, oleh karena itu setiap perbuatan manusia diterima tidaknya disisi Allah sebatas niatnya, maka barangsiapa mengerjakan suatu pekerjaan niatnya murni karena Allah dan mengharapkan ganjaran akhirat, sedang perbuatannya itu sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka amalnya akan diterima oleh Allah, dan barangsiapa niatnya untuk selain Allah atau tidak ikhlas karena Allah seperti dia menyekutukan-Nya dengan makhluk, maka pekerjaannya itu akan ditolak dan akan menjadi bencana baginya.

Hikmah yang dapat diambil dari ayat dan hadits di atas :
Bahwa dari syarat diterimanya amal adalah ikhlas yaitu bermaksud dengan amalnya itu karena Allah Ta'ala.
Pentingnya ikhlas, karena amal tanpa ikhlas akan menjadi bencana bagi yang mengerjakan pekerjaan tersebut, walaupun pekerjaan tersebut termasuk dari perbuatan ibadah yang mulia ( seperti memberikan sedekah, membaca al-Qur'an, mengajarkan ilmu bagi orang lain, bahkan mati syahid dalam medan perang melawan orang-orang kafir).
Bahwa baiknya bentuk suatu pekerjaan tidak cukup untuk diterimanya amal itu di sisi Allah akan tetapi harus dibarengi dengan niat ikhlas.
Wajibnya memperbaiki niat dalam segala perbuatan, dan berusaha keras untuk selalu ikhlas dalam beramal.



Hakikat Cinta
K.H. Abdullah Gymnastiar
________________________________________
Cinta adalah bagian dari fitrah, orang yang kehilangan cinta dia tidak normal tetapi banyak juga orang yang menderita karena cinta. Bersyukurlah orang-orang yang diberi cinta dan bisa menyikapi rasa cinta dengan tepat.
Hikam:
"Dijadikan indah pada pandangan manusia, kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan yaitu wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan disisi Allah tempat kembali yang baik." (Al-Qur`an: Al-Imron ayat 14)
"Cintamu kepada sesuatu menjadikan kamu buta dan tuli." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Cinta memang sudah ada didalam diri kita, diantaranya terhadap lawan jenis. Tapi kalau tidak hati-hati cinta bisa menulikan dan membutakan kita. Cinta yang paling tinggi adalah cinta karena Allah cirinya adalah orang yang tidak memaksakan kehendaknya. Tapi ada juga cinta yang menjadi cobaan buat kita yaitu cinta yang lebih cenderung kepada maksiat. Cinta yang semakin bergelora hawa nafsu, makin berkurang rasa malu. Dan, inilah yang paling berbahaya dari cinta yang tidak terkendali.
Islam tidak melarang atau mengekang manusia dari rasa cinta tapi mengarahkan cinta tetap pada rel yang menjaga martabat kehormatan, baik wanita maupun laki-laki. Kalau kita jatuh cinta harus hati-hati karena seperti minum air laut semakin diminum semakin haus. Cinta yang sejati adalah cinta yang setelah akad nikah, selebihnya adalah cobaan dan fitnah saja.
Cara untuk bisa mengendalikan rasa cinta adalah jaga pandangan, jangan berkhalwat berdua-duaan, jangan dekati zina dalam bentuk apapun dan jangan saling bersentuhan. Bagi orang tua yang membolehkan anaknya berpacaran,
harus siap-siap menanggung resiko. Marilah kita mengalihkan rasa cinta kita kepada Allah dengan memperbanyak sholawat, dzikir, istighfar dan sholat sehingga kita tidak diperdaya oleh nafsu, karena nafsu yang akan memperdayakan kita. Sepertinya cinta padahal nafsu belaka. (imm)